"Meskipun sebagai tim surveyor, yang notabeni hanya di belakang layar, namun kamilah tim yang berada dilapangan dengan segenap realita dan fakta"
Akhirnya kali ini saya menulis kenangan saat menjadi salah satu tim surveyor "Ekspedisi Bengawan
Solo Kompas" Ekspedisi ini dilakukan tahun 2007 mulai dari hulu sampai hilir sepanjang sungai Benganwan Solo.
Harian Kompas menyelenggarakan kegiatan “Ekspedisi Bengawan Solo Kompas 2007″ dengan tujuan ikut membantu meningkatkan kesadaran masyarakat di sekitar sungai tentang perlunya penyelamatan sungai. Kompas mengangkat tema “Bengawan Solo untuk Kehidupan”.Untuk mengarungi sungai, Kompas bekerja sama dengan Pangkalan Marinir Surabaya yang menyumbangkan dua perahu karetnya beserta sejumlah personel Marinir yang menyertainya. Kerja sama juga dilakukan dengan Eka Tjipta Foundation dan Jababeka Home of Presiden University.
Selain peliputan, kegiatan yang dilakukan adalah penelitian dengan mengikutsertakan ahli arkeologi sungai dari Universitas Negeri Malang, Jawa Timur, Dwi Cahyono. Ia meneliti berbagai aspek sejarah dan arkeologis, dari hulu hingga hilir.
Ada pula tim ahli ekologi sungai dari Universitas Sebelas Maret Surakarta yang dipimpin MMA Retno Rosariastuti. Bersama timnya (surveyor: Adi S, Dwi Istanto, Rudi Priyono dkk), Retno meneliti aspek ekologi air dan tanah di daerah aliran sungai (DAS) Bengawan Solo. Sebanyak 15 sampel air dan tanah DAS Bengawan Solo dari hulu ke hilir akan diteliti di laboratorium.
(Litbang Kompas/Igp)
--------------
Sungai ini dulunya bernama Bengawan Beton. Berubah menjadi Bengawan Solo lantaran adanya figur kharismatik Kyai Gedhe Sala.Sungai ini ternyata memiliki sejarah yang cukup panjang. Bengawan Solo baru mengaliri 12 kota: Kabupaten Wonogiri, Sukoharjo, Klaten, Kota Surakarta, Kabupaten Karanganyar, Sragen, Ngawi, Blora, Bojonegoro, Tuban, Lamongan, dan Gresik. Mata airnya terletak di Pegunungan Seribu di perbatasan Kabupaten Wonogiri dan Kabupaten Pacitan hingga bermuara di Laut Jawa tepatnya di Ujung Pangkah, Gresik, Jawa Timur.
Sejarah sungai ini yang tidak banyak disebut yaitu adanya Bengawan Solo Purba. Bengawan Solo Purba memiliki aliran yang berbeda dibandingkan aliran yang sekarang. Dulu, ia bermuara di Samudra Hindia, di bagian selatan Pulau Jawa. Lokasi tepatnya berada di Pantai Sadeng, kawasan Telaga Suling, Desa Punung, Kecamatan Girisubo, Kabupaten Gunung Kidul. Perubahan arah ini disebabkan karena proses tektonik pada zaman Pleistosen kurang lebih 1 juta tahun yang lalu.
“Jejaknya dapat diikuti mulai dari sebelah timur Gunung Payung di sebelah barat daya Giriwoyo,memanjang ke selatan sepanjang sekitar 30 kilometer dan berakhir di Teluk Sadeng, Kabupaten Gunung Kidul. Sekarang teluk ini telah menjadi tempat pendaratan ikan.” Cukup tentang sejarah, mari kita berbelok pada lagu Bengawan Solo yang ditulis oleh Gesang Martohartono yang juga dibahas di buku ini.
Mata airmu dari SoloTerkurung Gunung SeribuAir mengalir sampai jauhAkhirnya ke laut
Sejak awal penciptaan lirik, ia menyadari bahwa mata air sungai itu sesungguhnya berada di Wonogiri, bukan di Solo seperti dalam lirik lagunya. Namun ia beralasan bahwa Gunung Sewu (Pegunungan Seribu) adalah daerah Karesidenan Surakarta.
Dari segi budaya masyarakatnya, sungai ini adalah rumah bagi banyak mata pencaharian. Nelayan,
penambang, petani, pembuat batu bata, dsb. Sedikitnya, tercatat ada 1.142 unit pompa irigasi, 363
unit tambang pasir, 269 unit industri batu bata, dan 122 lokasi penyeberangan perahu.
Setiap kalimat yang ada di buku ini mengandung informasi berharga yang sayang untuk dilewatkan.
Banyak pula fakta-fakta yang disodorkan kepada pembaca mengenai kejayaan sungai ini di masa lalu. Seri ekspedisi ini bisa digunakan sebagai alternatif traveling praktis bagi Anda yang belum
memiliki kesempatan berkunjung ke lokasi secara langsung.
Menyusuri sungai terpanjang di Pulau Jawa. Menggali dan menelusuri sejarah Bengawan Solo. Memotret dari dekat; peran,manfaat yang diperoleh, hingga kerusakan akibat ulah manusia di sekitar sungai. Layak menjadi referensi bagi Anda yang berkecimpung di dunia lingkungan hidup, antropologi, arkeologi, sosiologi, dan siapa saja yang peduli pada ekologi sungai.
Judul buku: Ekspedisi Bengawan Solo
laporan jurnalistik Kompas : kehancuran peradaban sungai besar
Penulis: Tim Jurnalis Kompas
Penerbit: Kompas
Tahun terbit: cetakan kedua, Januari 2009
Jenis : Nonfiksi
Tebal : 274 halaman
---------------------------------------------------
Sumber:
Kunjungan / survei lapangan
https://bibliodit.wordpress.com/
https://korporasi.kompa
2 comments
Min untuk cetakan pertama buku tersebut tahun berapa ya? cetakan ke-2 di gramedia sudah kosong..
Informasinya sangat bermanfaat sekali.. Terimakasih, salam dari kami BerkahCleanToren.com
thanks for your comments