PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kebutuhan
manusia semakin meningkat, membuat sektor pemenuhan kebutuhan semakin meningkat
pula terutama sektor pertanian. Keadaan ini menuntut adanya suatu praktek
pertanian yang bisa mendukung peningkatan produksi pertanian. Salah satu
langkah yang diambil adalah pengelolaan tanah.
Pengelolaan tanah dimaksudkan untuk
menciptakan kondisi yang paling baik bagi pertumbuhan tanaman.Misalnya untuk
tanah dengan pH rendah ditambahkan kapur. Dalam pemeliharaan tanah, pemupukan
merupakan suatu perlakuan yang penting Usaha pemupukan dilakukan untuk
menyuplai unsur hara, dimana di dalam tanah ketersediaannya kurang bagi
tanaman. Penggunakan pupuk organik yang ramah lingkungan saat ini sudah banyak
digunakan meskipun masih ditunjang dengan pupuk anorganik sebab jika hanya
pupuk organik ketersediaan haranya sangat lambat.
Pengelolaan
tanah yang dilakukan oleh manusia dimaksudkan untuk menciptakan kondisi yang
paling baik bagi pertumbuhan tanaman. Pengelolaan tanah untuk mendukung
pertumbuhan tanaman ini ada banyak cara antara lain dengan pemupukan. Pemupukan
adalah menambah unsur hara dalam tanah yang diperlukan oleh tanaman untuk
pertumbuhannya. Selain itu dengan pengelolaan tanah juga dapat dilakukan dalam
upaya pengelolaan tanah ini supaya tanah menjadi lebih gembur.
Alfisol
merupakan tanah yang telah mengalami pelapukan sangat intensif dan perkembangan yang lanjut, sehingga
terjadi pelindian basa-basa, bahan organik dan silica sehingga meninggalkan
sesquioksida yang berwarna merah. Reaksi tanah pada umumnya bersifat masam.
Banyak
dijumpai masalah pada tanah ini. Diantaranya adalah fiksasi ion fosfat oleh
alumunium dan besi membentuk komplek Al-P dan Fe-P. Selain itu, mineral
kaolinit tipe 1 : 1 juga akan mengikat kuat ion fosfat. Akibat yang ditimbulkan
adalah fosfat kurang tersedia bagi tanaman.
Tanah masam
dapat akan mempengaruhi keadaan tanah dan pertumbuhan tanaman. Ketersediaan
unsur hara di dalam tanah asam sangat kecil. Unsur hara yang sulit tersedia di
dalam tanah antara lain kalsium, magnesium, fosfor, dan molibdenum. Kalau unsur
tersebut sangat kurang, tanaman yang ditanam
pada tanah tersebut akan menderita seumur hidupnya. Akibat terparah
ialah tanaman akan keracunan aluminium karena terlarut dalam tanah. Aluminium
tidak bersifat racun kalau terikat oleh tanah
Pemberian
pupuk P merupakan salah satu usaha agar lahan pertanian dapat digunakan secara
terus menerus terutama pada lahan pertanian yang kahat unsur hara P agar dapat
meningkatkan ketersediaan unsur hara P untuk memenuhi kebutuhan tanaman.
Pupuk pada prinsipnya merupakan pengganti lahan artinya pupuk merupakan
faktor makin penting dengan semakin langkanya lahan yang tersedia untuk
produktivitas pangan. Jika peranan pupuk dalam produktivitas pertanian selama
ini cukup besar, pupuk akan memainkan peranan yang lebih besar lagi jika luas
lahan yang terbatas dituntut untuk dapat menyediakan produktivitas pangan yang
dibutuhkan.
Dengan
pemupukan diharapkan memberikan keuntungan paling besar dari tanaman yang
diproduksi. Ada juga tujuan lain seperti mutu tanaman,hasil maksimum,
konservasi tanah dan mutu lingkungan.
B.
Tujuan Praktikum
Praktikum
Pengelolaan Tanah ini bertujuan untuk :
a. Mengetahui pengaruh pemberian pupuk P
terhadap tanah masam seperti Alfisols.
b. Mengetahui pengaruh pemberian pupuk P
terhadap pertumbuhan tanaman kunyit.
c. Mengetahui perbandingan antar perlakuan
bagaimana masing-masing mempengaruhi pertumbuhan tanaman kunyit.
d. Mengetahui pengelolaan tanah yang paling
baik yang mendekati kondisi normal pertumbuhan tanaman kunyit.
C. Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum Pengelolaan Tanah ini dilaksanakan untuk pengambilan sampel
tanah pada hari Kamis, 24 Desember 2004 pukul 07.30 – 08.30 WIB di Lahan
Percobaan Jumantono. Untuk analisis kimia tanah dilaksanakan pada hari Jum’at
dan Sabtu tanggal 14 - 15 Januari 2005 pukul 07.30 – selesai di Laboratorium
Kimia dan Kesuburan Tanah Universitas Sebelas Maret Surakarta.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanah
Alfisols
Tanah
Alfisols meliputi sebagian terbesar lahan di Indonesia, mulai dari tepi pantai
yang landai atau berbentuk sampai pegunungan yang tinggi yang berbukit atau
bergelombang, dengan iklim agak kering sampai basah, terbentuk dari batuan
beku, sedimen atau malihan (Dramawijaya, 1997)
Lahan yang
berpotensi tinggi untuk tanaman pangan lahan kering sebagian besar terdapat di
daerah dataran aluvial atau daerah peralihan antara dataran dan perbukitan.
Tanahnya terdiri dari tanah berdrainase baik, tekstur berlempung atau berliat
kadang-kadang berkerikil. Ordo tanahnya tergolong Alfisols. Umumnya mempunyai
lereng kurang dari 8% atau kelas kesesuaiannya tergolong cukup sesuai
(proporsinya 50-75%), sebagian lagi (25-49%) terdapat pada lahan yang berlereng
antara 8-15% atau kelas kesesuaiannya tergolong marjinal. Pengembangan tanaman
pangan lahan kering ini tidak hanya terbatas pada lahan kering (upland), tetapi
dapat juga dilakukan pada lahan yang berpotensi tinggi untuk tanaman padi
sawah. Lahan tersebut umumnya berdrainase buruk, untuk itu keadaan genangan
atau air tanah dangkal perlu didrainase, sehingga tercipta media pertumbuhan
yang baik. Pengembangan tanaman pangan lahan kering tersebut dapat dilakukan
pada saat lahan tidak memungkinkan disawahkan yaitu menjelang musim kemarau,
karena curah hujan mulai rendah dan air tanah mulai dalam (Anonim, 2001). Alfisol
terbentuk dari bahan yang mengandung karbonat dan tidak lebih tua dari
pleistosin. Di daerah dingin hampir semuanya berasal dari bahan induk berkapur
yang masih muda. Didaerah basah bahan induk biasanya lebih tua dari daerah
dingin. Hubungan antara permukaan geomorfologik dengan jenis tanah ditunjukkan
oleh asosisasi tanah sesuai dengan keadaan iklim, bahan induk dan sebagainya.
Di daerah ilkim kering, proses pembentukan tanah pada bulan kering lebih lambat
dari bulan basah. Alfisol terbentuk pada iklim koppen Aw, Am dengan tipe curah
hujan C, D, dan E dengan bulan kering lebih dari 3 bulan. Sebagian ditemukan
didaerah beriklin kering dan sebagian kecil didaerah beriklim basah. Alfisol
dapat pula ditemukan di wilayah dengan temperatur sedang/sub tropika dengan
adanya pergatian musim hujan dan kering. Alfisol merupakan order yang dicirikan
oleh adanya horizon argilik dan mempunyai kejenuhan basa yang tinggi (Munir,
1996).
Alfisols memiliki horison argilik dan
terdapat di kawasan yang tanahnya lembab paling sedikit dalam setengah tahun.
Kebutuhan akan kejenuhan basa lebih dari 35 % di dalam horison argilik Alfisols
berarti bahwa basa-basa dilepaskan ke dalam tanah oleh pengikisan hampir
secepat basa-basa yang terlepas karena tercuci. Dengan demikian, Alfisols
menempati peringkat yang hanya sedikit lebih rendah daripada Mollisol untuk
pertanian (Foth, 1994).
Alfisols meliputi tanah-tanah yang
telah mengalami pelapukan intensif dan perkembangan tanah
lanjut, sehingga terjadi pelindian unsur basa, bahan organik dan silika, dengan
meninggalkan sesquioxid sebagai sisa berwarna merah. Ciri morfologi yang umum
adalah tekstur lempung sampai geluh, struktur remah sampai gumpal lemah dan
konsistensi gembur. Warna tanah sekitar merah tergantung susunan mineralogi,
bahan induk, drainase, umur tanah dan keadaan iklim (Darmawijaya, 1992).
Kebanyakan
Alfisols baik untuk pertanian, kecuali beberapa yang mempunyai faktor pembatas
khusus, misalnya berbatu, lereng terjal, kejenuhan basa baik. Kebanyakan memerlukan
pupuk untuk memperoleh hasil panen yang baik. Tanah ini tidak labas dan
mengandung mineral terlapukkan. Horison B mungkin mencegah pengagihan akar yang
baik dalam tanah dengan horison
bertekstur berat, permeabilitasnya mungkin lambat. Alfisols terkenal di
wilayah iklim sedang dan subtropik. Di
tropika tanah ini bersifat agak muda
dibanding Acrisols ( Burringh, 1991).
Permasalahan utama tanah Alfisols dari
segi kimia adalah daya tambat ion fosfat oleh ion logam aluminium dan besi.
Selain itu juga karena adanya penyematan antara fosfat oleh mineral liat
kaolinit. Sehingga mengakibatkan fosfat menjadi tidak larut dalam air dan
relatif tidak tersedia bagi tanaman. Pada tanah masam kelarutan Al dan Fe
sangat tinggi yang dapat bereaksi dengan fosfat sehingga terbentuk komplek Al-P
dan Fe-P (Tan, 1998).
B. Pupuk
Phospat
Bahan organik merupakan sumber
nutrisi bagi mikroorganisme dalam tanah. Aktivitas mikroorganisme dalam tanah
akan meningkat dimana berpengaruh pada proses-proses yang terjadi dalam tanah
dan interaksi tanah dengan tanaman, seperti pembentukan tanah, penciptaan
struktur tanah, mineralisasi sampai penyediaan unsur hara bebas bagi tanaman.,
pembentukan humus, pengikatan nitrogen, pelarutan fosfat serta penyerapan unsur
hara oleh akar tanaman. (Schnitzer.1997 )
Bentuk fosfat yang dominan yang
tersedia bagi tanaman adalah H2PO4H. keberadaan air
penting untuk penyerapan phospat dalam tanah. Tanaman menyerap sekitar 500 pon
air untuk setiap pertumbuhan. Akan tetapi fosfor dalam 500 pon air tanah sangat
tidak mencukupi kebutuhan tanaman apabila air dan fosfast diserap dengan nisbah
transpirasi = 500, fosfor dalam jaringan tanaman = 0.3%, kandungan fosfor dalam
larutan tanah = 0.03 ppm. Makin besar fosfor dalam air tanah, makin mudah bagi tanaman untuk memenuhi kebutuhan
akan fosfor dan dengan demikian makin besar persediaan fosfor dalam tanah
(Foth, 1989)
Ketersediaan P tanah untuk tanaman terutama sangat dipengaruhi oleh
sifat dan ciri tanah itu sendiri. P menjadi tidak tersedia dan tidak larut disebabkan
oleh fiksasi mineral-mineral dan ion Al, Fe, Mg atau Ca, membentuk senyawa
komplek dan tidak larut. Pertambahan P pada tanah dapat berasal dari pupuk
fosfat, pelapukan mineral yang mengandung P dan sisa-sisa hewan dan tanaman (
Nyakpa et al, 1988 )
Fosfor adalah salah satu unsur hara makro esensial yang dibutuhkan
untuk pertumbuhan tanaman, tetapi ketersediaannya di dalam tanah sangat rendah
dibanding unsur hara lainnya. Penambahan P dalam bentuk pupuk bagi tanaman
sangat diperlukan. Namun demikian pada beberapa jenis tanah, efisiensi
pemupukan P tersebut sangat rendah karena adanya komponen-komponen tanah
tersebut yang mempunyai kemampuan yang tinggi dalam menyerap fosfor ( Yassin,
1991 )
C. Pengelolaan
Tanah Masam
Kandungan bahan organik Alfisols rendah. Pemberian
bahan organik secara kontinyu dapat mengurangi kemasaman tanah melalui
pembentukan kompleks. Bahan organik mempengaruhi ketersediaan P melalui hasil
dekomposisinya yang menghasilkan asam-asam organik dan CO2.
Asam-asam organik menghasilkan anion organik yang mempunyai sifat mengikat ion
Al, Fe dan Ca dari larutan tanah, kemudian membentuk senyawa kompleks yang
sukar larut (Hakim et al., 1986)
Pada umumnya pengapuran dengan menggunakan senyawa
Ca dan Mg terkandung dalam dolomit [CaMg(CO3)2] akan
meningkatkan pH tanah dan meningkatkan ketersediaan Ca dan Mg. Selain itu
pengapuran ini akan merangsang kegiatan jasad renik sehingga meningkatkan arti
penting dari bahan organik dan N dalam tanah masam. Pengapuran biasanya
dilakukan 2 – 4 minggu sebelum tanam (Kuswandi, 1993)
Proses-proses genesis tanah yang terjadi pada
Alfisols adalah eluviasi dan illuviasi dari lempung silikat, dan dalam tanah
yang mempunyai drainase baik berasosiasi dengan besi oksida. Lessivage dapat
menjadi proses utama dalam pembentukan formasi Alfisols dengan horizon argilik
dan atau tebal kulit lempung (clay skin) dalam fragipan (Fanning, 1989)
Permasalahan utama dari segi kimia pada tanah
Alfisols adalah daya tambat ion fosfat oleh logam aluminium dan besi. Selain
itu juga adanya penyematan ion fosfat oleh mineral liat kaolinit. Sehingga
mengakibatkan fosfat menjadi tidak larut dalam air dan relatif tidak tersedia
bagi tanaman. Pada tanah masam, kelarutan logam Al dan Fe sangat tinggi yang
dapat bereaksi dengan fosfat sehingga terbentuk kompleks Al-P dan Fe-P (Tan, 1998)
D. Tanaman
Kunyit
Berdasarkan penggolongan dan tata nama
tumbuhan, tanaman kunyit termasuk ke dalam klasifikasi sebagai berikut :
Kingdom :
Plantae
Divisi :
Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas :
Monokotyledonae
Ordo :
Zingi berales
Famili :
Zingi beraceae
Genus :
Curcuma
Spesies :
Curcuma domestica VALET
Tanaman kunyit dapat tumbuh di daerah
tropika maupun sub tropika. Di Indonesia dapat tumbuh sepanjang tahun di
daerah-daerah dataran rendah sampai dataran tinggi ± 2000 mdpl. Suhu udara 19°C
- 30°C, curah hujan 1500 – 4000 mm/tahun. Tanaman kunyit termasuk jenis tanaman
yang toleran terhadap berbagai jenis tanah. Akan tetapi paling baik adalah pada
tanah liat berpasir yang gembur, subur, dan berpengairan baik. Untuk memperoleh
persyaratan tanah yang subur dan gembur maka tanah perlu diolah secara sempurna
dan cukup dalam, serta ditambahkan pupuk organik (kotoran ternak ataupun
kompos) (Rukmana, 1994).
Pada kunyit terdapat penyakit karat yang disebabkan
oleh Phakopsora curcumae Honh. yang semula disebut sebagai Klastopsora
curcumae Honh. menurut Boedijn (1966) Phakopsora curcumae adalah
identik dengan P. Elettariae (Rac) Honh, dan Schroeteriaster
elettariae Rac, penyebab penyakit karat pada kapulaga (Van Overeem-de Haas,
1982)
Pada tanaman kunyit sering di surakarta terdapat becak daun yang disebabkan
oleh jamur Curvularia sp. Gejala penyakit ini mirip dengan gejala yang
disebabkan oleh jamur yang sama pada daun kencur dan kunci yang sudah diuraikan
dimuka (Sri Wahyuni, 1979)
Tanaman kunyit tumbuh bercabang
dengan tinggi 40-100 cm. Batang merupakan batang semu, tegak, bulat, membentuk
rimpang dengan warna hijau kekuningan dan tersusun dari pelepah daun (agak
lunak). Daun tunggal, bentuk bulat telur (lanset) memanjang hingga 10-40 cm,
lebar 8-12,5 cm dan pertulangan menyirip dengan warna hijau pucat. Berbunga
majemuk yang berambut dan bersisik dari pucuk batang semu, panjang 10-15 cm
dengan mahkota sekitar 3 cm dan lebar 1,5 cm, berwarna putih/kekuningan. Ujung
dan pangkal daun runcing, tepi daun yang rata. Kulit luar rimpang berwarna
jingga kecoklatan, daging buah merah jingga kekuning-kuningan (Anonim, 2002).
Kunyit (Curcuma domestic)
termasuk salah satu tanaman rempah dan obat, habitat asli tanaman ini meliputi
wilayah Asia khususnya Asia Tenggara. Tanaman
ini kemudian mengalami persebaran ke daerah Indo-Malaysia ,
Indonesia , Australia bahkan Afrika. Hampir
setiap orang Indonesia dan India serta bangsa Asia
umumnya pernah mengkonsumsi tanaman rempah ini, baik sebagai pelengkap bumbu
masakan, jamu atau untuk menjaga kesehatan dan kecantikan (Anonim, 2004).
Mutu keamanan pangan sangat
menentukan berhasilnya pemasaran produk pangan, terutama di era perdagangan
bebas. Produk pangan dalam negeri akan bersaing tidak hanya dengan produk dalam
negeri tetapi juga produk luar yang tentu saja masuknya ke Indonesia semestinya sudah memenuhi
persyaratan mutu produk. Umumnya, produk dalam negeri terutama yang diproduksi
oleh industri pangan skala usaha kecil-menengah masih belum memenuhi standar
mutu keamanan. Bahan tambahan pangan (BTP) antara lain zat pewarna sintetis
yang dilarang, masih digunakan oleh sebagian besar industri kerupuk. Teknik
pembuatan kerupuk yang diterapkan tidak terlalu berbeda dengan yang biasa
dipakai, hanya formula zat pewarna yang diganti dengan bubuk kunyit (Curcuma
longa). Bubuk kunyit yang dibuat dengan ukuran butiran 70 mesh, dapat
disimpan sampai 5 bulan pada suhu 5°C (Tejasari et al., 2002).
III. TATA LAKSANA
PRAKTIKUM
A. Alat dan Bahan
1.
Alat
a.
Cangkul
b.
Kantong plastik
c.
Cetok
d.
Meteran
e.
Saringan Tanah berdiameter 0.5
mm
f.
Alat-alat laboratorium untuk
analisis kimia tanah
2.
Bahan
a.
Kertas label
b.
Khemikalia untuk analisis kimia
tanah
c.
Tisu gulung
d.
Sampel tanah
B. Cara Kerja
1.
Pengambilan sampel tanah
Sampel tanah diambil pada tiap-tiap plot
dalam petak percobaan dengan cara menggali tanah sedalam 20 cm dari permukaan.
Titik sampel ditentukan secara sengaja (Purposive sampling). Tanah yang sudah
diambil dikeringanginkan dan disaring dengan saringan berdiameter 0,5 mm.
2.
Analisis kimia tanah di
laboratorium kimia dan kesuburan tanah
a.
Analisa pH tanah
1.
Menimbang 10 gr ctka Ø 0,5 mm,
dimasukkan kedalam flakon.
2.
Tambahkan 25 ml aquades ( untuk pH
H2O ) dan 25 ml KCL 1 N, kemudian mengaduk hingga homogen.
3.
Biarkan selama ± 1 jam.
4.
Mengukur pH dengan pH meter.
b.
Analisis P total
1.
Menimbang 0,2 gr ctka Ǿ 0,5 mm dan
masukkan kedalam tabung reaksi
2.
Menambahkan 2 ml HNO3
pekat dan 0,6 ml HCIO4
3.
Memanaskan diatas waterbath
samapai asap tidak berwarna atau larutan bening, kemudian angkat dan dinginkan
4.
Menambahkan aquades sampai 10 ml
5.
Menyaring larutan tersebut dengan
kertas saring
6.
Mengambil 2 ml filtrat, masukkan
kedalam tabung reaksi lalu menambahkan 2 ml HNO3 2 N dan
mengencerkan sampai 10 ml
7.
Menambahkan 1 ml Vanadium
molybdat, gojog dan diamkan selama 30 menit
8.
Mengamati dengan spektrometer
9.
Menghitung kadar P
c.
Analisis P tersedia
1.
Memasukkan 1 gr ctka Ǿ 0,5 mm kedalam tabung reaksi.
2.
Menambahkan 7 ml larutan Bray 1 (
0,025 N HCL + 0,03 N NH4F ), lalu
gojog selama 1 menit.
3.
Menyaring dengan kertas saring
sampai jeernih
4.
Mengambil 2 ml filtrat dan
tambahkan 5 ml aquades
5.
Menambahkan 2 ml larutan amonium
,olybdat, campur hingga homogen
6.
Menambahkan 1 ml larutan SnCl2
kemudian digojog dan diamkan selama 5 – 6 menit
7.
Mengukur dengan spektrofotometer
pada panjang gelombang 660 nm
IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil pengamatan
Tabel 4.1 Kadar lengas
Perlakuan
|
a
|
b
|
c
|
P2D1A
P2D1T
P2D1B
P3D0A
P3D0T
P3D0B
P3D1A
P3D1T
P3D1B
|
29.03
51.21
32.16
22.35
33.70
40.08
55.36
54.24
32.35
|
34.11
56.27
37.38
27.32
38.81
51.07
60.34
59.28
37.24
|
33.77
55.87
36.04
26.87
38.44
50.68
60.02
58.83
37.04
|
Sumber : Laporan sementara
Kadar
lengas :
Keterangan : a : berat
botol timbang
b :
berat botol timbang + ctka
c :
berat botol timbang + ctka setelah dioven
Kadar lengas P3D0A =
= 9.95 %
Tabel 4.2 pH tanah
Perlakuan
|
pH
H2O
|
pH
KCl
|
P2D1
A
P2D1T
P2D1B
P3D0A
P3D0T
P3D0B
P3D1A
P3D1T
P3D1B
|
5.28
5.65
6.27
5.55
5.55
5.65
5.24
5.10
5.27
|
4.57
4.36
6.09
4.76
5.27
5.25
4.56
4.46
4.76
|
Sumber : Laporan sementara
Tabel 4.3 larutan standar P
Kadar
ppm Ptersedia
(
x )
|
Absorban
(
y )
|
Kadar
ppm Ptotal
(
x )
|
Absorban
(
y )
|
0
0.05
0.1
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
|
0.00 A0
0.08 A0
0.53 A0
0.116
A0
0.178
A0
0.255
A0
0.326
A0
0.461
A0
|
0
2.5
5.0
7.5
10
12.5
15
|
0.000
A0
0.062
A0
0.172
A0
0.306
A0
0.431
A0
0.510
A0
0.604
A0
|
Sumber : Laporan sementara
Tabel 4.4. Hasil pengamatan spektrofotometer P tersedia
Perlakuan
|
Ul.1
|
Ul.2
|
X
|
Y
|
P-tersedia
|
P2O5
|
Ctkm
|
harkat
|
P2D1 A
P2D1 T
P2D1 B
P3D0
A
P3D0 T
P3D0 B
P3D1 A
P3D1
T
P3D1 B
|
0.027
0.233
0.168
0.187
0.155
0.025
0.047
0.093
0.054
|
0.022
0.301
0.087
0.061
0.067
0.053
0.048
0.170
0.098
|
0.0245
0.267
0.125
0.124
0.111
0.039
0.0475
0.132
0.076
|
0.0132
0.1189
0.057
0.0565
0.0509
0.0195
0.0232
0.0573
0.0356
|
0.4951
4.5189
2.0527
2.1743
1.9205
0.7076
0.8677
2.2022
1.2991
|
1.1338
10.3483
4.7007
4.9791
4.3979
1.6204
1.9870
5.0430
2.9749
|
0.9331
0.9209
0.9719
0.9095
0.9276
0.9645
0.9358
0.9107
0.9591
|
Sgt rendah
Rendah
Sgt rendah
Sgt rendah
Sgt rendah
Sgt rendah
Sgt rendah
Sgt rendah
Sgt rendah
|
Sumber : Laporan sementara
Contoh Analisis Hasil Pengamatan :
Garis regresi y = a + bx
a =
0,0025
b =
0,436
R =
0,99
Y =
0,0025 + 0,436 x
ppm P =
P2O5 = ppm P x 2,29
Analisis hasil P2D1 A
Y =
0.0025 + 0.436 x
Y =
0.0025 + 0.436 (0.0245)
= 0.0132
ppm P =
= 0.4951
P2O5 = 0.4951x 2,29
= 1.1338
Tabel 4.5. Hasil pengamatan spektrofotometer P total
Perlakuan
|
Ul.1
|
Ul.2
|
x
|
y
|
P total
|
P2O5
|
P2D1 A
P2D1 T
P2D1 B
P3D0
A
P3D0 T
P3D0 B
P3D1 A
P3D1
T
P3D1 B
|
0.041
0.050
0.111
0.116
0.085
0.071
0.079
0.086
0.070
|
0.058
0.066
0.080
0.082
0.101
0.089
0.068
0.083
0.083
|
0.0495
0.058
0.0955
0.099
0.093
0.08
0.0735
0.0845
0.0765
|
1.6833
1.8824
2.7607
2.8427
2.7021
2.3977
2.2454
2.5031
2.3157
|
21.04.1745
23.53.023
3450.882
3553.349
3377.625
2997.100
2806.8045
3128.8435
2894.6335
|
4818.5595
5388.4215
7902.5195
8137.1685
7734.7613
6863.359
6427.582
7165.051
6628.710
|
Sumber : Laporan sementara
Contoh Analisis Hasil Pengamatan :
Garis regresi y = a + bx
a =
0.524
b =
23.421
R =
0.99
Y =
0.524 + 23.42x
ppm P =
P2O5 = ppm P x 2.29
Analisis hasil P2D1
A
Y =
0.524 + 23.421x
Y =
0.524 + 23.421 (0.0495)
= 1.6833
ppm P =
= 2104.1745
P2O5 = 2104.1745 x 2.29
=
4818.5595
B. Pembahasan
Praktikum pengelolaan tanah ini
menggunakan jenis tanah Alfisols. Menurut Darmawijaya ( 1990 ), Alfisols adalah
salah satu jenis tanah masam yang mempunyai kemampuan rendah dalam menyediakan
hara bagi tanaman.
Salah satu usaha yang pengelolaan dilakukan
terhadap tanah ini adalah pemupukan. Pemupukan yang dilakukan pada
praktikum ini adalah pemupukan P . Karena
permasalahan utama dari tanah Alfisols adalah daya tambat ion fosfat
oleh logam aluminium dan besi sehingga mengakibatkan fosfat tidak dapat larut
dan tidak tersedia bagi tanaman.
Tanah alfisol merupakan tanah yang
telah mengalami pencucian dan pelapukan yang intensif. Akibat perkembangan yang
telah lanjut basa-basanya tercuci. Pencucian disebabkan oleh iklim tropis Indonesia
dimana curah hujannya sangat tinggi. Senyawa yang tertinggal adalah Al dan Fe
yang merupakan sumber kemasaman tanah. Al dan Fe akan melepaskan ion H+ jika
bereaksi dengan air, sehingga secara tidak langsung akan meningkatkan kemasaman
tanah (pH tanah rendah). P dalam tanah alfisol terfiksasi secara kuat oleh Al
dan Fe sehingga tidak dapat diserap tanaman. Ketersediaan unsur hara dalam
jumlah yang rendah di dalam tanah dapat mempengaruhi keberadaan unsur-unsur
tersebut di dalm tanaman. Jika ketersediaan unsur hara dalam tanah kurang dari
jumlah unsur hara yang dibutuhkan tanaman, maka tanaman dapat mengalami
defisiensi. PH tanah Alfisols diketahui
berdasarkan pengukuran pH H2O dan pH KCl. Pada pengukuran pH ini
diketahui bahwa pada perlakuan P3D1T mempunyai pH yang
terendah yaitu pH H2O sebesar 5.10 dan pH KCl sebesar 4.46.
Sedangkan nilai pH yang tertinggi didapatkan pada perlakuan P2D1B
yaitu pH H2O sebesar 6.27 dan pH KCl sebesar 6.09. Dari pengamatan
diketahui bahwa nilai pH H2O rata – rata adalah 5.50, sedangkan pada
pengukuran pH KCl 4.89 dalam
pengharkatan ini menunjukkan pH masam.
pH (kemasaman) tanah merupakan sifat
kimia tanah yang dijadikan parameter reaksi dalam tanah. Sumber kemasaman itu
sendiri terletak pada konsentrasi ion H+ dan Al. Jenis pH yang diukur adalah pH
H2O, pH KCl. pH H2O merupakan kemasaman tanah yang bersumber pada
konsentrasi ion-ion H+ yang berada dalam larutan tanah. Sedangkan untuk pH KCl
merupakan kemasaman tanah yang bersumber pada konsentrasi ion-ion H+ dan Al
yang terjerap dalam koloid tanah dan larutan tanah. Ion K+ menggantikan ion H+
dan Al yang berada dalam kompleks pertukaran ion, sehingga ion H+ dan Al akan
terlepas mengisi larutan tanah (ion-ion H+ dan Al semakin banyak) menjadikan pH
semakin rendah. Dari hasil pengamatan dapat diketahui bahwa kisaran pH tanah
Alfisol pada semua perlakuan adalah sangat masam sampai dengan agak masam.
Kadar
lengas merupakan sifat fisika tanah yang berarti kemampuan tanah untuk mengikat
air dalam pori-pori tanah. Penambatan air oleh butir tanah disebabkan oleh gaya adhesi dan kohesi
partikel-partikel tanah. Dari hasil praktikum ini dapat diketahui bahwa kadar
lengas tanah pada semua perlakuan adalah tinggi. Pelapukan yang lebih lanjut
pada tanah Alfisols menjadikan butir-butir tanah berukuran halus bahkan sangat
halus. Butir-butir tanah yang halus memiliki luas permukaan yang besar sehingga
kemampuan penambatan airnya juga meningkat. Selain itu juga mengakibatkan
drainase tanah baik.
Pupuk Sp-36 adalah jenis dalam bentuk
butiran dengan kandungan utama P2O5 total sebesar 36% dan
kandungan P2O5 tersedia sebesar 34% serta kandungan P2O5
larut air sebesar 30%. Pupuk Saprodap adalah
pupuk yang mengandung P2O5 sebesar 22,72%, dan N sebesar
16,03 %, pupuk ini mempunyai pH sebesar 4,65. Sedangkan pupuk Putroni
mengandung P2O5 sebesar 20,16%, 13,72% CaO, 4,42% MgO, SO4
sebesar 8,03%, B sebesar 0,41%dan Fe
sebesar 1,48%. Pada praktikum ini jenis pupuk
phospat yang digunakan untuk percobaan
ada 3 macam yaitu SP 36 (P1),
Putroni (P2), Saprodap (P3), dengan dosis pupuk 0 kg / ha (D0), dan 200 kg/Ha (D1).
Beberapa macam pupuk dan dosis
tersebut kemudian dikombinasikan untuk perlakuan pada tanah yang dibagi dalam
IV blok. Pada praktikum Pengelolaan Tanah diambil sampel tanah perlakuan yaitu
blok II dan blok III. Untuk kelompok VIII mendapat bagian untuk mengambil sampel tanah dari blok
III yaitu tanah dengan perlakuan P3D0 , P3D1,
dan P2D1. untuk masing masing perlakuan, tanah diambil
ditempat yang berbeda yaitu bagian atas
( A ), tengah ( T ), dan bawah
(B). sehingga diperoleh perlakuan P3D0A, P3D0T,
P3D0B, P2D1A, P2D1T,
P2D1B, P3D0A, P3D0T,
P3D0B.
Unsur hara P diperlukan tanaman dalam bentuk H2PO4-,
HPO42- dan PO42-. Dari hasil
praktikum dapat diketahui bahwa ketersediaan P pada semua perlakuan sangat
rendah. P tersedia tanah ditentukan oleh banyaknya faktor, terutama pH. Pada
tanah-tanah masam (pH rendah), P akan terfiksasi oleh Al ataupun Fe dalam
bentuk alumunium fosfat atau besi fosfat yang sukar larut dalam air sehingga
tidak tersedia bagi tanaman. Untuk menambah supplay P dalam tanah, dilakukan
pemupukan P pada tanah alfisol. Pada praktikum ini bahwa Ptersedia
yang diketahui mempunyai
pengharkatan rendah dan sangat rendah. Pada Ptersedia yang mempunyai
pengharkatan rendah mempunyai kandungan P2O5 sebesar
10.3483. Sedangkan Ptersedia yang mempunyai pengharkatan sangat
rendah mempunyai nilai yang lebih kecil dari 10. Pada P tersedia yang mempunyai pengharkatan rendah
tersebut terdapat pada perlakuan P2D1T yaitu perlakuan
dengan pemberian pupuk Putroni dengan dosis 0 kg / ha.
Dengan adanya penambahan pupuk P ini
diharapkan tanah Alfisols dapat meningkatkan produktifitas tanaman. Sedangkan
pada praktikum ini indikator tanaman yang dipakai adalah tanaman kunyit. Kunyit
adalah tanaman empon-empon yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Tanaman ini
termasuk jenis tanaman yang toleran terhadap berbagai jenis tanah. Sehingga kunyit akan sanagt cocok di tanamn
pada tanah yang mempunyai sifat fisik
yang baik seperti tanah Alfisols.
Dalam praktikum ini selain dihitung Ptersedia
juga dihitung Ptotal. Pada praktikum ini diketahui nilai Ptotal
tertinggi sebesar 8137.1685 pada tanah dengan perlakuan P3D0A
sedangkan Ptotal terendah sebesar 4818.5595 pada tanah dengan perlakuan
P2D1A. Nilai P total yang tertinggi didapat
pada perlakuan pemberian pupuk Saprodap
dengan dosis 0kg/ha dan terendah pada
perlakuan pemberian pupuk Putroni dengan dosis 200kg/ha.
Penambahan pupuk P meningkatkan P
tersedia dalam tanah akan tetapi dari hasil pengamatan pupuk yang mendapat
perlakuan penambahan 0 kg/ha maupun yang mendapatkan perlakuan penambahan pupuk
200 kg/ha mempunyai pengharkatan sangat rendah.
Ini berarti pupuk yang diberikan tidak meningkat ketersediaan P dalam
tanah karena mungkin saja P terikat (P
terfiksasi) dalam koloid tanah.
V. KESIMPULAN DAN
SARAN
A. Kesimpulan
Dari uraian tersebut diatas maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1.
Pemberian pupuk SP-36 dengan
dosis 200 kg/Ha kurang berpengaruh pada ketersediaan P dalam tanah.
2. Ketersedian P (P tersedia) tanah alfisols
pada perlakuan tersebut diatas termasuk dalam pengharkatan sangat rendah.
3. P total tertinggi pada perlakuan pemberian
pupuk SP36 dengan dosis 200 kg/ha pada lapisan atas dan terendah pada perlakuan
pemberian pupuk Putroni dengan dosis 0 kg/ha lapisan tengah.
4.
Pemberian pupuk P belum tentu
dapat meningkatkan ketersediaan P dalam tanah.
B. Saran
Pada
praktikum yang telah dilakukan, terdapat beberapa hal yang harus menjadi
perhatian untuk perkembangan praktikum selanjutnya, yaitu :
1.
Dosis pupuk dapat lebih di
variasi lagi, sehingga dapat diketahui dosis dan jenis pupuk yang paling
berpengaruh dalam ketersediaan P di tanah. Sedangkan untuk mengetahui pengaruh
perlakuan yang paling baik, hendaknya dilakukan analisis data menggunakan
statistic.
2.
Untuk mengetahui pengaruh
pemberian pupuk P dapat juga dilakukan analisa P tanaman. Dengan dosis yang
diberikan, dapat diketahui jumlah P yang diserap oleh tanaman.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2001. Pengembangan Tanamana Lahan
Kering. http://www.hayati-ipb.com/users/rudyct/indiv2001/sukarman.htm
Anonim. 2002. Kunyit. http://www.iptek.net.id/ind/warintek/BP.idx.php7.
Dibuka tanggal 18 Januari 2005.
. 2003. Using Phosphorus
Fertilizers Effectively. http://ianrpubs.unl.edu/Soil/g601.htm.
Dibuka tanggal 18 Januari 2005.
. 2004. Kunyit. http://www.iptek.net.id/ind/cakra_obat/tanamanobat.php?id=2.
Dibuka tanggal 18 Januari 2005.
. 2004. Padi Gogo Tahan Terhadap
Tanah Masam. http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0704/01/cakrawala/lainnya04.htm.
Dibuka tanggal 18 Januari 2005.
Buckman,
H. O dan N. C Brady. 1982. Ilmu Tanah.
Terjemahan Soegiman. Bhratara Karya Aksara. Jakarta .
Buringh,
P. 1991. Pengantar Pengajian Tanah-tanah Wilayah Tropika dan subtropika terjemahan
Tejoyuwono. UGM Press. Yogyakarta .
Darmawijaya, I. 1997. Klasifikasi Tanah. Universitas Gajah
Mada. Yogyakarta .
Foth, H. D. 1994. Dasar-dasar Ilmu Tanah edisi VI. Erlangga. Jakarta .
Kuswandi. 1993. Pengapuran Tanah Pertanian.
Kanisius. Yogyakarta .
Kamprath,
E.J. 1971. Potensial Detrimental Effects from Liming Highly Weathered Soils to
Neutrality. Soils Crop Sci. Soc
Fla 31: 201- 203.
Munir, M., 1996. Tanah-Tanah Utama di Indonesia.
PT Dunia Pustaka Jaya Jakarta.
Rukmana, Rahmat. 1994. Kunyit.
Kanisius. Yogyakarta .
Schnitzer, M. 1997 Pengikatan Bahan Humat oleh Kaloid Mineral.
Interaksi Mineral Tanah dengan Bahan Organik dan Mikrobia.(Eds Huang PM dan
Schinitzer, M) (Translete Didik Hadjar Goenadi). UGM Press.Yogyakarta.)
Sutedjo,
M. Mulyani dan A. G. Kartasapoetra. 2002.Pengantar
Ilmu Tanah Terbentuknya Tanah dan Tanah Pertanian. Kanisius. Yogyakarta .
Tan, K. H. 1998. Dasar-dasar
Kimia Tanah. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta .
Thomas, A. N. S. 1989. Tanaman Obat Tradisional. Kanisius.
Yogyakarta
Van Overeem-de Haas, C. dan D. !982. Verzeichnis der in Niederlandisch
Ost. Indien und Lichenes. Bull. Jardin Bot. Serie 3, vol. 4, Livr. 1: 1-146
Widiastuti, Y. siswanto. 1997.
Penanganan hasil Panen Tanaman
Obat Komersil. Trubus Agriwidya. Ungaran.
Wahyuni, Sri. Dan Wiwiek. 1979. Inventarisasi Kelainan Pada
Tanaman Obat-Obatan, Terutama Yang Termasuk Familia Zingiberaceae. Kapita
Selekta, Fak. Pert, Univ. Gadjah Mada, Yogyakarta ,
61 hlm.
thanks for your comments