Pendahuluan
Kebakaran
hutan dan lahan yang sering terjadi di Indonesia sebagian besar diakibatkan oleh aktivitas manusia dalam
rangka pembukaan lahan, baik untuk usaha pertanian, kehutanan maupun perkebunan
dan di tunjang oleh adanya fenomena alam El Nino Southern Oscillation (ENSO).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kehadiran titik api di lapangan hampir
selalu berkaitan dengan kegiatan pembukaan hutan dan lahan (Saharjo,2003). Pengamatan
pada citra satelit menunjukkan bahwa titik panas (hotspot) secara dominan di
jumpai pada areal-areal perkebunan dan hutan tanaman industri serta belakangan
ini pada lahan milik masyarakat.
Penyebab
utama kebakaran hutan dan lahan lebih banyak di sebabkan oleh kegiatan
pembukaan lahan secara besar-besaran yang dilakukan oleh perusahaan perkebunan
dan kehutanan secara ilegal. Kebakaran hutan tersebut juga diakibatkan oleh
adanya faktor penunjang lain, yaitu perilaku masyarakat yang berubah dan akibat
kebijaksanaan pemerintah. Selama masalah konversi lahan tidak terselesaikan
dengan baik, maka selama itu pula pembakaran hutan dan lahan akan tetap
berlangsung, akibatnya asap akan tetap timbul sebagai hasilnya.
Salah satu hal yang sangat
mengkhawatirkan akhir-akhir ini adalah bahwa dampak negatif kebakaran hutan
sudah sangat merugikan baik secara lokal, regional maupun internasional. Secara
lokal, bentuk kerugian yang terlihat adalah rusaknya sumberdaya hutan dan
lahan, serta terganggunya kesehatan masyarakat karena pengaruh asap dan debu,
sehingga kehilangan jiwa. Pada tingkat regional dan nasional, gangguan asap ini
secara nyata selain mengganggu kesehatan dan kelancaran transportasi, juga
berdampak pada perekonomian. Kerugian ini meliputi beberapa sektor, diantaranya
: sektor pertanian, sektor kehutanan, sektor kesehatan, sektor transportasi.
Akibat kerugian dan dampak negatif yang ditimbulkannya berupa gangguan asap,
rusak serta terganggunya biodiversity telah
sampai kebeberapa negara tetangga seperti Singapura,
Malaysia dan Brunei Darusalam, Thailand, Filipina, dan Papua Nugini, seperti
yang terjadi pada beberapa waktu terakhir ini, maka kini masalah tersebut telah
mendapat perhatian yang serius dari dunia internasional, bahkan sampai ada
ancaman boikot bagi produk perusahan perkebunan (sawit) dan kehutanan (pulp dan
kertas) yang dituding sebagai penyebab kebakaran hutan dan lahan maupun
asapnya.
Konsep Sistem Nilai
Nilai
adalah merupakan persepsi manusia, tentang makna sesuatu objek (sumberdaya
hutan) tertentu, tempat dan waktu tertentu pula. Persepsi ini sendiri merupakan
ungkapan, pandangan, perspektif seseorang (individu) tentang atau terhadap
sesuatu benda, dengan proses pemahaman melalui panca indera yang diteruskan
keotak untuk proses pemikiran, dan disini berpadu dengan harapan ataupun
norma-norma kehidupan yang melekat pada individu atau masyarakat tersebut
(Turner et al, 1994)).
Oleh
karena itu nilai sumber daya hutan yang dinyatakan oleh suatu masyarakat di
tempat tertentu akan beragam, tergantung kepada persepsi setiap anggota
masyarakat tersebut, demikian juga keragaman nilai akan terjadi antar
masyarakat yang berbeda (Suparmoko dan Ratnaningsih, 2000). Keragaman nilai ini
mencakup besar nilai maupun macam nilai yang ada. Nilai yang dimiliki oleh sumberdaya hutan
tidak saja nilai ekonomi, tetapi juga nilai ekologis dan nilai sosial.
Perlu
dikemukakan di sini bahwa pengertian nilai ekonomi adalah nilai barang dan jasa
yang dapat diperjualbelikan, sehingga memberikan pendapatan. Dari konsep
ekonomi bahwa kegunaan, kepuasan atau kesenangan yang diperoleh individu atau
masyarakat tidak terbatas kepada barang dan jasa yang diperoleh melalui jual
beli (transaksi) saja, tetapi semua barang dan jasa yang memberikan manfaat
akan memberikan kesejahteraan bagi individu atau masyarakat tersebut (Pearce
and Jeremy, 1993). Bahwa barang dan jasa yang dapat diperjualbelikan menyangkut
sifat barang dan jasa tersebut, yaitu memiliki kegunaan, bersifat langka dan kepemilikan yang jelas
Dampak Kebakaran Hutan dan Lahan
Kerugian
akibat kebakaran maupun pembakaran hutan dan lahan sangat besar sekali baik
terhadap kehidupan manusia maupun terhadap kehidupan mahluk hidup lainnya. Yang
paling merugikan adalah timbulnya korban akibat keganasan api baik langsung
maupun tidak langsung, serta hilangnya plasma nutfah dan lenyapnya spesies
tanaman dan binatang yang tidak mungkin kembali lagi. Untuk itu akibat
kebakaran hutan dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu kerugian ekologis,
ekonomis dan sosial (Saharjo, 2003).
a.
Dampak Ekologis
Hutan hujan tropis memiliki
kekhasan, seperti kaya kenekaragaman hayati, biasanya tanahnya tua, tidak subur
karena top soil (tanah bagian
paling atas subur) tipis sekali, stratifikadi vegetasi terdiri dari beberapa
lapisan mulai dari pohon besar, semak epifit dan sulur-suluran.
Hutan hujan tropis yang utuh
mempunyai fungsi antara lain menjaga kesuburan tanah, mengatur tata air dan
menjadi tempat tinggal fauna. Jika hutan terbakar maka beberapa fungsi hutan
akan hilang sebagian atau hilang sama sekali sejalan dengan hilangnya pepohonan
di dalam hutan.
Kebakaran hutan mengganggu lima
proses ekologi hutan yaitu suksesi alami, produksi bahan organik dan proses
dekomposisi, siklus unsur hara, siklus hidrologi dan pembentukan tanah.
Kebakaran hutan juga menimbulkan kerusakan fungsi hutan sebagai pengatur iklim
dan perosot karbon. Selain itu, kebakaran hutan lebih jauh lagi akan merusak
daerah aliran sungai (DAS).
b.
Dampak Kerugian Ekonomis
Secara langsung maupun tidak,
kebakaran hutan dan lahan pada tahun 1997 mempengaruhi sektor ekonomi nasional.
Dampak langsung berupa kerugian ekonomi seperti hilangnya hasil hutan (kayu dan
non kayu), kerugian yang ditanggung oleh sektor perkebunan, hilangnya
keanekaragaman hayati dan lain-lain. Sedangkan dampak tidak langsung adalah
dampak yang diakibatkan oleh asap, seperti dampak pada kesehatan, kehilangan
hari kerja, kehilangan fungsi ekologi, kerugian yang ditanggung oleh sektor
pariwisata dan perhubungan.
Dampak ekonomi yang bisa dihitung
adalah kerugian langsung yang diderita oleh sektor perkebunan, kehutanan,
kesehatan, transportasi, pariwisata dan biaya langsung yang di keluarkan untuk
penanggulangan dan pemadaman. Karena kerugian ekologi tidak seluruhnya bisa di
hitung menjadi nilai rupiah maka kerugian ekologi yang dimungkinkan untuk
dihitung saja yang masuk.
c.
Dampak Sosial
Tidak banyak proyek analisis
kebakaran hutan yang di lakukan di Indonesia menyinggung maupun mengungkapkan
dampak kebakaran pada masyarkat lokal dan mata pencaharian mereka. Berbagai
studi lebih difokuskan pada kerugian tingkat makro seperti kerugian sektor
transportasi, pariwisata dan industri kehutanan. Semua sektor itu dinilai lebih
banyak pengaruhnya pada politik dan ekonomi di bandingkan petani miskin.
Tujuan tinjauan dampak sosial
ialah menganalisis dampak kebakaran hutan dan lahan pada kesejahteraan di
pedesaan. Mata pencaharian masyarakat lokal dan ketentraman diangap sebagai
kesatuan dan konsep mengenai kesejahteraan. Kemampuan masyarakat memberi makan
diri sendiri, melakukan pertanian subsistem atau pembelian pangan dari uang hasil perkebunan
tanaman keras adalah kunci bagi masyarakat untuk bertahan hidup.
Faktor Penentu Nilai Ekonomi Kerusakan Hutan dan Lahan
Akibat Kebakaran
Faktor-faktor yang menentukan dalam
perhitungan beban biaya pemulihan kerusakan hutan dan lahan akibat kebakaran
hutan dan lahan menurut Saharjo (2003) adalah sebagai berikut :
1.
Tingkat
atau besar perubahan kondisi biologi fisik dan kimia pada unsur-unsur
lingkungan yang terjadi, hal ini meliputi :
a. Kualitas tanah
b. Kualitas udara (gas dan partikel)
c. Kualitas air
d. Kualitas
habitat (flora dan fauna)
2. Tingkat
atau besar perubahan sumberdaya dan fungsi lingkungan hidup.
Perubahan sumberdaya dan fungsi
lingkungan karena adanya perubahan kondisi biofisik dan kimia mengakibatkan
terjadinya hal-hal sebagai berikut :
a. Penurunan produktivitas lahan
b. Penurunan fungsi hidrologis : daya serap/tampung air berakibat banjir,
penurunan fungsi pengendalian erosi (terjadi sedimentasi).
c. Penurunan kualitas udara dan
gangguan asap
d. Penurunan populasi satwa liar di
daratan
e. Penurunan
kualitas air dan populasi ikan.
3. Macam
dampak ekonomi
Dengan adanya perubahan kondisi
biofisik yang berdampak pada terjadinya perubahan sumberdaya hutan dan fungsi
ekologis maka akan mengakibatkan timbulnya dampak ekonomi secara langsung atau
tidak langsung yang dirasakan atau ditanggung oleh masyarakat sehingga mempengaruhi
perikehidupan atau kesejahteraan masyarakat
sebagai berikut :
a. Terjadinya kerugian akibat menurunnya produksi
b. Terjadinya kerugian (opportunity cost) akibat penurunan umur
pakai lahan
c. Terjadinya kerugian kerusakan aset ekonomi / pembangunan / pertanian
akibat genangan/banjir.
d. Terjadinya kerugian akibat gangguan kesehatan dan penurunan layanan
transportasi khususnya transportasi udara
e. Terjadinya kerugian karena berkurang atau hilangnya hasil buruan satwa
berharga/konsumsi masyarakat
f. Terjadinya
kerugian akibat menurunnya produksi perikanan.
Faktor Penentu Biaya Pemulihan Kerusakan Hutan dan
Lahan Akibat Kebakaran
Ketersediaan data
yang memadai merupakan suatu prasyarat utama dalam perhitungan eksternalitas
dan biaya pemulihan kerusakan hutan dan lahan akibat kebakaran. Oleh karena itu
dalam upaya mendapatkan besarnya biaya yang diperlukan dalam upaya pemulihan
tersebut maka beberapa informasi penting yang disebut diatas harus tersedia
(dalam hal ini menjadi kendala karena keterbatasan data/informasi tersebut),
secara umum yaitu :
a. Potensi biomassa (bahan bakar) yang terdapat sebelum dan sesudah
terjadinya kebakaran atau jumlah bahan bakar yang terbakar persatuan luas dan
waktu (intensitas atau tingkat pembakaran).
b. Kondisi lahan (lahan basah atau kering, topografi)
c. Kualitas lahan (didukung oleh data hasil analisis laboratorium terhadap
sifat kimia, fisika dan biologi tanah)
d. Tingkat kerusakan unsur lingkungan akibat pembakaran (seperti gambut
akibat pemanasan yang timbul dari pembakaran)
e. Tingkat perubahan / kerusakan sumberdaya dan lingkungan hidup serta
tingkat gangguan yang dirasakan oleh masyarakat secara langsung atau tidak
langsung
f. Jenis peruntukan lahan (kebun, hutan tanaman, hutan alam, dll)
g. Luas areal terbakar (didukung oleh
data satelit).
Faktor yang
mempengaruhi biaya pemulihan kerusakan lingkungan hidup di pengaruhi oleh dua
hal yaitu :
a. Jenis manfaat jasa lingkungan hidup yang dipulihkan, hal ini terkait
dengan unsur lingkungan hidup yang mengalami perubahan (dampak) akibat
kebakaran lahan dan hutan
b. Sifat kerusakan (reversible atau irreversible)
c. Besar atau tingkat kerusakan sumberdaya dan lingkungan hidup
d. Teknologi
dan jangka waktu proses pemulihan kondisi lingkungan hidup.
Nilai Ekonomi Kerusakan Hutan dan Lahan serta Biaya
Pemulihan Akibat Kebakaran
Berdasarkan hasil
pengkajian atau penilaian, dapat diidentifikasi dampak umum kebakaran atau
pembakaran lahan dan hutan. Pada setiap dampak tersebut ditentukan metode
penilaian kerugian sumberdaya dan lingkungan hidup (eksternalitas negatif),
yang dalam hal ini tidak semua dampak tersebut dapat dinilai karena
keterbatasan data, tetapi secara umum dapat disampaikan formula penghitungannya
(Darusman, 2002).
Sebagaimana
diketahui bahwa tidak semua unsur lingkungan yang rusak akibat kebakaran dapat
dipulihkan kembali seperti sedia kala (cenderung irreversible) serta
tidak semua yang rusak tersebut dapat dipulihkan kembali karena keterbatasan
teknologi ataupun karena ketidaksesuaian dengan bentuk penggunaan lahan.
Terhadap
kerusakan yang dapat dipulihkan dan tersedia teknologi yang dapat digunakan (applied
technology) maka akan dihitung biaya pemulihan tersebut dan terhadap
kerusakan yang tidak dapat dipulihkan (irreversible) ataupun terhadap
kerusakan yang sifatnya dapat pulih tetapi tidak ada teknologi yang efektif
(tidak dapat memulihkan kepada kondisi yang relatif sama dengan kondisi semula)
dan tidak logis, dilaksanakan (tidak implementatif), maka tidak akan ada biaya
pemulihan lingkungan tersebut. Namun demikian terhadap teknologi yang tidak
efektif dan tidak operasional (peudo technology, karena tidak akan
diimplementasikan hanya sebagai pendekatan penghitungan biaya), akan dihitung
sebagai nilai kerusakan lingkungan dengan metode biaya penggantian,
rehabilitasi atau subsitusi dan dapat diletakkan sebagai biaya pemulihan
(Bahruni,1999).
Sasaran / obyek
kegiatan pemulihan ditunjukan terhadap dua hal, dan hal ini terkait dengan
tujuan kegiatan pemulihan pada masing-masing sasaran tersebut yaitu :
a. Sasaran
pemulihan terhadap bentuk dampak lingkungan yang terjadi dengan tujuan agar
terjadi percepatan pemulihan / menghilangkan bentuk dampak (eksternalitas) yang
terjadi.
b. Sasaran
pemulihan terhadap sumber dampak dalam hal ini lahan dan hutan (vegetasi)
dengan tujuan agar percepatan pemulihan kondisi lahan dan hutan/vegetasi yang
secara relatif sama seperti semula baik dalam wujud fisik atau fungsi ekologis
lahan dan atau hutan tersebut.
Formula Penghitungan Nilai Ekonomi Kerusakan Hutan dan
Lahan Akibat Kebakaran
Formula suatu
teknik atau metode penilaian eksternalitas pada dasarnya terdiri atas fungsi
tingkat kerusakan lingkungan terhadap tingkat dampak ekonomi, yang menyatakan
pertambahan besar dampak ekonomi untuk penambahan setiap unit kerusakan
lingkungan (sumberdaya atau fungsi lingkungan) yang disebut sebagai kerugian
marjinal (marginal damage). Namun karena keterbatasan data (informasi),
maka penggunaan fungsi kerugian marjinal pada kajian ini terbatas. Penggunaan
suatu formula tentu saja memerlukan input data yang spesifik pada setiap lokasi
dan waktu.
Penutup
Permasalahan
gangguan lingkungan dan kerusakan sumberdaya alam telah dan akan terus hadir
bersamaan dengan kegiatan pembangunan. Pembangunan akan menambah kesejahteraan
bagi manusia bila manfaat yang diperoleh melebihi nilai gangguan atau kerusakan
tersebut. Gangguan atau kerusakan tidak mungkin dihilangkan, namun dapat
dikurangi sampai minimal, yakni diantaranya dengan memasukkan (internalisasi)
beban gangguan dan kerusakan itu kedalam kalkulasi ekonomi pembangunan itu,
atau nilai gangguan dan kerusakan itu dibebankan kepada para pihak (stake
holders) pembangunan.
Namun demikian
pembebanan itu dalam prakteknya tidak sederhana, yakni kepada pihak mana dan
berapa beban biaya akan dikenakan sangat ditentukan oleh aturan dasar mengenai
tanggung jawab yang dipegang masyarakat yang bersangkutan. Aturan dasar tentang
tanggung jawab menentukan siapa pihak yang bertanggung jawab terhadap gangguan
atau kerusakan, apakah pihak pembuat (polluter) ataukah pihak yang
terkena (pollutee) gangguan atau kerusakan. Perhitungan nilai
ekonomi/beban biaya atas gangguan dan kerusakan sangat ditentukan oleh aturan
dasar tersebut.
Daftar Pustaka
Bahruni. 1999.
Penilaian Sumberdaya Hutan dan Lingkungan. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Darusman,
D. 2002. Pembenahan Kehutanan
Indonesia. Dokumentasi Kronologis
Tulisan 1986-2002. Lab Politik Ekonomi
dan Sosial Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Pearce
and Jeremy J.Warford. 1993. World Without End : Economics, Environtment and
Sustainable Development. Oxford
University Press. New York.
Saharjo,
B.H. 2003. Kebakaran Hutan dan
Lahan. Laboratorium Kebakaran Hutan dan
Lahan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Suparmoko,
M dan Maria Ratnaningsih. 2000.
Ekonomika Lingkungan Edisi Pertama BPFE.
Yokyakarta.
Turner,
R. Kerry, David Pierce and Ian Bateman. 1994.
Environmental Economics : And Elementary Introduction. Harvester
Wheatsheaft, Singapore.
thanks for your comments