Pendahuluan
Tanah di
lingkungan tropika basah pada umumnya bersifat masam dan merupakan ciri khas
sebagian besar wilayah di Indonesia. Tanah jenis ini tersebar di bebarapa
daerah di luar Jawa, seperti Sumatera dan Kalimantan. Di Sumatera terdapat
sekitar 21 juta ha, Kalimantan 15,5 juta ha, dan Jawa 2 juta ha (Van der Heide et
al., 1992), atau sekitar 29% dari total wilayah Indonesia (Adiningsih et
al., 1988). Tanah-tanah tersebut didominasi oleh tanah oxisol dan
ultisol yang dicirikan oleh kandungan bahan organik yang rendah, jerapan P yang
tinggi, kandungan nitrogen yang rendah, kapasitas tukar kation (KTK) yang
rendah, serta keracunan alumunium di lapisan bawah (Hairiah dkk., 2000a;
Norman et al., 1995).
Tingginya curah hujan (> 2500 mm tahun-1)
memungkinkan tingginya tingkat erosi dan pencucian hara (Hairiah dkk., 2000b).
Selama mengalir melalui pori-pori tanah air ini melarutkan apa saja yang ada di
dalamnya dan bahkan mampu melepaskan unsur yang terikat oleh permukaan padatan
tanah. Akibatnya, banyak unsur-unsur hara yang terbawa aliran air dari
lapisan atas ke lapisan yang lebih dalam. Unsur-unsur yang semestinya
dapat diserap oleh akar tanaman menjauh dari jangkauan akar sehingga tanaman
tidak bisa memanfaatkannya. Hal ini akan diperparah lagi apabila
pertumbuhan akar ke dalam juga dihambat oleh lapisan-lapisan penghambat atau
keracunan Al (Szoot, et al, 1991; Hairiah, 2000b).
Pada kondisi
semacam ini, sistem agroforestri diharapkan dapat membantu dalam produksi
pertanian di lingkungan tropika basah, terutama pada tanah-tanah masam.
Tanaman pohon dengan perakaran yang dalam dapat membantu dalam memelihara hara
tanah, menekan erosi, dan konservasi air selain dapat menghasilkan beberapa
jenis produk yang memiliki nilai ekonomi (Lundgren and Ranitree, 1983; Nair,
1984).
Tanaman
pohon-pohonan (bukan hanya tanaman hutan) dalam sistem agroforestri
memiliki peran dalam 1) meningkatkan input hara ke dalam
tanah, 2) memperluas siklus hara, 3) menurunkan kehilangan hara dari tanah, dan
4) memperbaiki lingkungan (Sanchez et al, 1997). Penanaman
dengan tanaman pangan, tanaman pohon dapat berperan dalam memperbaiki dan
menjaga kesuburan tanah agar dapat berkelanjutan, melalui 1) penurunan aliran
permukaan, kehilangan hara, dan erosi tanah; dan 2) memompa hara-hara yang
telah larut di lapisan tanah bagian bawah ke lapisan bagian atas agar dapat
dimanfaatkan oleh tanaman pangan (Vegara, 1982). Persoalan yang perlu
diperhatikan adalah pemilihan jenis-jenis tanaman yang toleran terhadap keracunan
alumunium, rendah fosfor dan kalsium, dan toleran terhadap naungan (Norman et
al., 1995). Penelitian-penelitian yang mengarah kepada toleransi tanaman
terhadap naungan sudah mulai dilaporkan, diantaranya pada tanaman padi
(Sopandie dkk., 2003a; Sopandie dkkb., 2003). Persoalan
lain yang cukup penting adalah adanya kompetisi untuk mendapatkan air, hara,
dan cahaya antara tanaman pangan dan tanaman pohon (Sanchez, 1995).
Tujuan penulisan paper ini adalah menawarkan alternatif
pemecahan masalah pertanian di tanah masam melalui pendekatan agroforestri
sebagai bagian dari pertanian yang berkelanjutan, yang pembahasannya ditekankan
kepada pemilihan jenis-jenis tanaman yang sesuai serta interaksi antara tanaman
pohon dengan tanaman pangan.
Agroforestri dan Pertanian yang Berkelanjutan
Secara
definitif, agroforestri adalah sistem pemanfaatan lahan berkelanjutan yang
dapat memelihara atau meningkatkan total hasil dengan menkombinasikan
tanaman pangan (annual) dan tanaman pohon-pohonan (perennial) dan/atau ternak
dalam suatu unit lahan, apakah dalam kurun waktu yang bersamaan atau berbeda,
dengan pengelolaan yang sesuai dengan karakteristik sosilokultural, kondisi
ekonomi, dan kondisi lingkungan dari areal lahan tersebut (Vegara, 1982).
Selanjutnya, agroforestri dapat diklasifikasikan melalui tiga cara yaitu
berdasarkan ruang, waktu, dan produk, dimana subsistem pendukungnya meliputi agrosilvicultural,
yaitu petanaman antara tanaman pohon dengan tanaman pangan, silvopastoral,
yaitu pertanaman antara tanaman pohon dengan tanaman pakan ternak, dan agrosilvopastoral,
yaitu pertanaman antara tanaman pohon, tanaman pangan, dan tanaman pakan ternak
(Vegara, 1982; Lundgren and Raintree, 1983; Nair, 1984).
Dalam
perkembangan berikutnya de Foresta and Michon (1997) mengklasifikasikan
agroforestri menjadi dua kelompok, yaitu 1) sistem agroforestri sederhana, dan
2) sistem agroforestri kompleks. Sistem agroforestri sederhana
adalah menanam pohon dengan satu atau beberapa jenis tanaman semusim. Jenis-jenis
pohon yang ditanam bisa memiliki nilai ekonomi tinggi seperti kelapa, karet,
cengkeh, dan jati, atau bisa memiliki nilai ekonomi rendah tetapi penting untuk
lingkungan seperti dadap, lamtoro, dan kaliandra. Sedangkan tanaman
semusim misalnya padi, jagung, kacang tanah dan lain sejenisnya, atau dengan
tanaman pakan ternak. Sistem agroforestri kompleks, merupakan suatu
sistem pertanian menetap yang berisi banyak jenis tanaman dengan (berbasis
pohon) yang ditanam dan dirawat dengan pola tanam dan ekosistem menyerupai
hutan. Di dalam sistem ini tercakup beraneka jenis komponen seperti
pepohonan, perdu, tanaman semusim, dan rumput-rumputan dalam jumlah
banyak. Kenampakan fisik serta dinamika di dalamnya mirip dengan
ekosistem hutan (sekunder maupun primer) dengan siklus yang tertutup.
Konsep yang paling penting dari pertanian yang
berkelanjutan adalah integrasi dari tiga tujuan utama, yaitu 1) kesehatan
lingkungan, 2) keuntungan ekonomi, dan 3) keadilan social-ekonomi.
Berkelanjutan bertumpu pada prinsip bahwa kita harus mendapatkan kebutuhan pada
masa sekarang tanpa mengganggu kebutuhan generasi berikutnya Dalam bidang
produksi tanaman strategi yang harus diperhatikan adalah topografi,
karakteristik tanah, iklim, hama, ketersediaan input lokal, dan tujuan
produksi. Beberapa prinsip utama untuk melaksanakan kegiatan tersebut
meliputi 1) seleksi spesies dan varietas yang sesuai dengan lokasi dan kondisi
pertanian, 2) diversifikasi tanaman dan cara bertani yang dapat
memperluas stabilitas biologis dan ekonomis, 3) pengelolaan tanah untuk
memperluas dan menjaga kualitas tanah, 4) penggunaan input yang efisisen dan
ramah lingkungan, serta 5) perhatian terhadap tujuan dan cara hidup petani
(Freenstra, 2000).
Memperhatikan
definisi agroforestri dan konsep pertanian yang berkelanjutan, maka dapat
dijelaskan bahwa agroforestri termasuk system pertanian yang berkelanjutan,
kartena ada tiga aspek yang diperhatikan yaitu 1) keuntungan lingkungan, 2)
keuntungan ekonomi, dan 3) keuntungan sosial (Vegara, 1982).
Pemilihan Jenis Tanaman
Strategi yang
dapat dilakukan untuk memilih tanaman yang toleran pada tanah masam, yaitu
melalui 1) modifikasi sifat tanaman melalui uji genetik untuk menjadikannya
lebih toleran terhadap kemasaman tinggi, dan 2) inventarisasi tanaman yang
dapat tumbuh pada tanah-tanah yang memiliki masalah dengan Al. Seleksi
ini umumnya hanya diperoleh jenis tanaman yang toleran dan tidak toleran
terhadap Al. Pada Tabel 1 disajikan beberapa contoh tanaman yang toleran
terhadap tingkat kemasaman tinggi.
Jenis-jenis
tanaman yang toleran terhadap Al, umumnya masih dapat memanfaatkan nitrat dari
dalam tanah. Asimilasi nitrat biasanya berhubungan dengan ekskresi –OH
dari akar. Meningkatnya konsentrasi –OH ini menyebabkan toleransi
terhadap Al. Percobaan lain yang menggunakan campuran NO3 dan
NH4 tidak menurunkan toleransinya terhadap Al, namun dengan
tingginya kandungan Al menyebabkan terhambatnya penyerapan Ca dan P yang
selanjutnya menurunkan serapan NH4 oleh akar tanaman (Fenn and
Taylor, 1991; Kulhavy and Cervena, 1991; Rode and Runge, 1991).
Pertimbangan
lainnya dalam memilih tanaman, yaitu yang memiliki perakaran yang dalam dengan
tajuk yang tidak melebar. Pohon yang memilki perakaran yang dalam dan
menyebar secara intensif di lapisan tanah bawah akan mengurangi pencucian hara
vertikal maupun horizontal. Sebaran akar pohon yang dangkal akan menimbulkan
kompetisi akan air dan hara dengan tanaman pangan. Kompetisi juga terjadi
dalam hal peyerapan sinar matahari. Naungan oleh tajuk pohon akan
mengurangi intensitas cahaya yang sangat dibutuhkan oleh tanaman semusim.
Untuk menghindari efek negatif perlu juga dipertimbangkan jenis tanaman pohon
yang memiliki sebaran tajuk tidak melebar, atau bila tidak, dapat dilakukan
dengan memperlebar jarak tanam pohon atau pengaturan pemangkasan (Hairiah,
2000a). Pada Tabel 2 disajikan beberapa contoh jenis tanaman dengan
kedalam perakaran dan sebaran tajuk yang berbeda. Beberapa jenis tanaman
yang tahan naungan perlu juga disarankan sebagai komponen penyusun
agroforestri, diantaranya, talas-talasan dan tanaman rempah. Akhir-akhir
ini penelitian tanaman pangan yang mengarah kepada toleransi terhadap naungan
juga sudah dikembangkan, begitu juga dengan metode-metode pencapaian hasil yang
cepat, diantaranya dilakukan pada padi gogo (Sopandie dkk., 2003a;
Sopandie dkk., 2003b).
Tabel 1. Beberapa contoh jenis tanaman yang toleran
terhadap tingkat kemasaman tinggi (Hairiah dkk., 2000b)
Kelompok
|
Nama lokal
|
Nama ilmiah
|
Tanaman Pangan
|
Padi, nanas
|
Zea mays, Ananas comosus
|
Palawija
|
Kacang tanah
Kacang tunggak
Gude
|
Arachis hypogea
Vigna unguiculata
Cajanus cajan
|
Tanaman keras (cash crop)
|
Kopi
Teh
Kepala sawit
Karet
|
Coffea canephora
Thea sinensis=Camelia sinensis
Elaeis guinensis
Hevea brassiliensis
|
Pohon buah-buahan
|
Rambutan
Nangka
Duren
Cempedak
Duku
Mangga
Jambu air
Jambu biji
Jambu mente
Mangga
Sirsak
Pete
Jengkol
|
Nephelium lappaceum
Arthpcarpus heterophyllus
Durio zibethinus
Arthocarpus integer
Lansium domesticum
Garcinia mangostana
Syzigium aqueum
Psidium guajava
Anacardium occidantale
Mangifera indica
Anona muricata
Parkia speciosa
Pithecellobium jiringa
|
Pohon penghasil kayu
|
Sungkai/jati seberang
Pulai
Bulangan
Sengon putih
Mahoni
Mangium
|
Perunema inerme
Alstonia spp
Gmelina arboria
Paraserienthes falcataria
Swietenia mahogany
Acacia mangium
|
Tanaman pagar
|
Petaian
Gamal
Flemingia
Lamtoro
|
Peltophorum dasyrrachis
Gliricidia sepium
Flemingia congesta
Leucaena leucocephala
|
Tanaman legume penutup tanah (LCC)
|
Orok-orok
Calopo
Centro
Kacang asu
Kacang benguk
|
Crotalaria juncea
Calopogonium muconoides
Calopogonium caeruleum
Centrosema pubescens
Pueraria phaseoloides
Mucuna pruriens var. utilis
|
Tanaman liar
|
Melastoma
krinyu
|
Melastoma sp.
Chromalaena odorata
|
Nama Tanaman
|
Kedalaman perakaran
|
Sebaran tajuk
|
Lamtoro
|
Dangkal
|
Menyebar, perlu 3-5 pangkasan per tahun
|
Kaliandra
|
Sedang
|
Menyebar, perlu 3-5 pangkasan per tahun
|
Gamal
|
Dangkal
|
Menyebar, perlu 3-5 pangkasan per tahun
|
Dadap
|
Sedang
|
Menyebar, perlu 3-5 pangkasan per tahun tetapi kurang tahan terhadap
pangkasan
|
Petaian
|
Dalam
|
Terpusat di tengah, pangkasan maksimal 3 kali per tahun
|
Sungkai
|
Sangat dangkal
|
Sempit
|
Jengkol
|
Dangkal
|
Sedang
|
Petai
|
Dangkal
|
Menyebar
|
Sengon
|
Dangkal
|
Menyebar
|
Jambu air
|
Dangkal
|
Sedang
|
Melinjo
|
Dangkal
|
Sempit
|
Kapuk
|
Dalam
|
Menyebar
|
Jambu mete
|
Dalam
|
sedang
|
Nangka
|
Sangat dalam
|
sedang
|
Mangga
|
Sangat dalam
|
sedang
|
durian
|
Sangat dalam
|
sedang
|
Parameter
|
Air
|
Nitrogen
|
Cahaya
|
Masukan (input)
|
Curah hujan, irigasi, runoff
|
Pemupukan dan masukan organik
|
Total radiasi harian
|
Recycle (daur ulang)_
|
Hydraulic pada akar tanaman
|
Seresah, pangkasan, sisa panen
|
-
|
Upttan.semusim(serapan)
|
Jml. Air diserap oleh tan. semusim
|
N-fiksasi (tan semusim) + ΣN diserap (tan. Semusim)
|
Σcahaya diserap (tan.semusim)
|
Uptpohon,komp (serapan)
|
Σtop air diserap (pohon)
|
Σtop N diserap (pohon)
|
Σcahaya diserap (pohon)1.2
|
Uptpohon,nonkomp (serapan)
|
Σsub air diserap (pohon)
|
N-fiksasi (pohon + ΣN diserap (pohon)
|
Σcahaya diserap (pohon)3
|
kehilangan
|
Σperkolasi dari zona terendah
|
Σpencucian dari 1-zona terendah
|
Σcahaya diserap
|
Δtersimpan
|
Δkandungan air
|
Δ(N mineral + BOT)
|
-
|
Tabel 2. Contoh beberapa jenis tanam dengan kedalaman
akar dan sebaran tajuk yang berbeda (Hairiah, 2000a).
Selain berperan sebagai “jaring hara”, akar pohon juga
diharapkan dapat menyumbangkan hara yang mudah tercuci seperti nitrogen,
kalsium, dan fosfor. Pasokan nitrogen dapat dilakukan dengan penanaman
jenis-jenis tanaman yang mampu menambat nitrogen bebas dari udara.
Menurut Vegara (1982) nitrogen bebas dari udara dapat dikonversi menjadi
ammonia yang siap dimanfaatkan oleh tanaman melalui bakteri rhizobium yang
berasosiasi dengan akar tanaman leguminosa. Tidak semua jenis tanaman
leguminosa dapat menambat nitrogen dari udara, bahkan menurut Giller et
al. (1995) ada beberapa legume penghasil biji justeru menyerap nitrogen
lebih banyak daripada yang disumbangkan melalui penambatan nitrogen dari udara.
Ketersediaan fosfor di dalam tanah pada umumnya cukup banyak,
namun yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman sangat terbatas. Oleh karena
itu pemilihan jenis tanaman yang dapat berasosiasi dengan cendawan dalam
membentuk mikoriza sangat diperlukan, baik ektomikoriza maupun endomikoriza.
Hubungan antara akar tanaman dengan cendawan merupakan hubungan yang sangat
menguntungkan, dimana eksudat akar tanaman akan menyediakan gula yang sesuai
dengan kebutuhan cendawan, sementara cendawan akan memproses fosfat tidak
tersedia menjadi tersedia bagi tanaman dengan cara mensekresikan enzim-enzim
fosfatase, fitase, dan nitrat reduktase. Dilaporkan, bahwa selain fosfat
cendawan ini dapat menyediakan nitrogen, kalium, kalsium, sulfur, dan
tembaga. Penyerapan ini bisa dilakukan oleh hipa-hipa cendawan lebih dari
4 cm dari permukaan akar. Dengan demikian, mikoriza ini dapat memperluas
penyerapan hara dari dalam tanah (Mukerji et al, 1991; Smith and Read,
1997).
Interaksi Pohon dan Tanaman Semusim dengan
Model WaNuLCas
Dalam sistem
agroforestri, kompetisi antar tanaman yang ditanam berdampingan pada suatu
lahan yang sama sering terjadi, bila ketersediaan sumber hidup tanaman berada
dalam jumlah terbatas. Kompetisi ini biasanya diwujudkan dalam bentuk
hambatan pertumbuhan tanaman lain. Hambatan dapat terjadi secara langsung
(misalnya melalui efek alelopati) atau tidak langsung (misalnya dengan
berkurangnya intensitas cahaya akibat naungan, atau menipisnya ketersediaan
hara dan air akibat dekatnya perakaran dua jenis tanaman yang berdampingan).
Untuk mengetahui apakah terdapat interaksi positip atau negatip dari dua
kelompok tanaman yang hidup berdampingan dapat digunakan model WaNuLCas sebagai
simulasi. WaNuLCas (Water Nutrient and Light Capture in agroforestry
sistems) pertama kali dikembangkan oleh van Nordwijk and Lusiana pada tahun
1999, yang mensintesis proses-proses penyerapan air, hara, dan cahaya pada
berbagai macam pola tanam dalam sistem agroforestri (Hairiah dkk., 2002).
Model ini berpijak pada program STELLA IIÃ’ dengan
mempertimbangkan 1) neraca air dan nitrogen pada empat kedalaman dari profil
tanah, serapan air dan hara oleh tanaman semusim dan pohon yang ditentukan oleh
total panjang akar dan kebutuhan tanaman, 2) sistem pengelolaan tanaman,
seperti pemangkasan cabang pohon, jarak pohon, pemilihan spesies yang tepat,
dan berbagai dosis pemberian pupuk, dan 3) karakteristik pohon, termasuk
distribusi akar, bentuk kanopi, kualitas seresah, tingkat pertumbuhan maksimum,
dan kecepatan untuk pulih kembali setelah pemangkasan.
Neraca untuk
input hara dan air dalam sistem agroforestri dapat dihitung denngan persamaan:
Dimana,
Δtersimpan
= jumlah hara yang dapat tersimpan dalam tanah
Masukan
= jumlah hara yang masuk
Recycle
= jumlah hara yang dapat diambil dari lapisan bawah
Upttan.semusim
= jumlah serapan hara pada tanaman semusim
Uptpohon,komp
= jumlah serapan hara pada pohon dalam sistem agroforestri
Uptpohon,nonkomp = jumlah
serapan hara pada pohon dalam sistem monokultur
Kehilangan
= jumlah hara yang hilang dari dalam tanah
Parameter Uptpohon,nonkompetitif mewakili
fungsi akar pohon sebagai “jaring penyelamat hara” untuk hara yang tercuci ke
lapisan bawah yang terjadi selama musim pertumbuhan, maupun sebagai pemompa
hara pada lapisan bawah. Parameter-parameter tersebut dapat di lihat pada
Tabel 4.
Tabel 3. Penjabaran parameter pada persamaan di atas
untuk penyerapan sumber energi oleh pohon dan tanaman semusim (Hairiah dkk.,
2002).
Keterangan:
Akar tanaman semusim diasumsikan mendominasi
lapisan atas sedang akar pohon mendominasi lapisan bawah; hurup 1,2, dan 3
mewakili zonasi (jarak) terhadap pohon; N-mineral=NO3 + NH4;
BOT= bahan organik tanah
Kesimpulan
Untuk
mewujudkan suatu sistem pertanian di tanah masam yang berkelanjutan dapat
menerapkan sistem agroforestri sebagai alternatif pemecahan masalah pertanian
lingkungan tropika basah. Dalam pelaksanaannya perlu diperhatikan
mengenai pemilihan jenis-jenis tanaman yang toleran terhadap Al, toleran
terhadap naungan, serta memiliki perakaran yang dalam. Interaksi antara
tanaman pohon dengan tanaman semusim dapat di analisis dengan model simulasi
WaNuLCas.
Perlu terus
dikembangkan penelitian-penelitian yang mengarah kepada toleransi tanaman
terhadap tanah masam dan naungan.
DAFTAR PUSTAKA
Adiningsih, J.S, Sudjadi, M., and Setyorini, D.
1988. Overcoming soil fertility constraints in acid upland soils for food crop
based farming in Indonesia. Indonesian Agric. Res. and Dev. J.
10: 49-58
De Foresta, H. and Michon, G. 1997. The
agroforest alternative to imperata grasslands: when smallholder agriculture and
forestry reach sustainability. Agroforestry systems 36:105-120
Fenn, L.B. and Taylor, R.M. 1991. Calcium
stimulation of ammonium absorption in plants. In: McMichael, B.L. and Persson,
H. (Ed.). Plant roots and their environment. Elsevier. Amsterdam.
Freenstra, G. 2000. What is sustainable agriculture
?. http://www.sarep.ucdavis.edu/ concept.ht07
Giller, K.E., McDonagh, J.F., and Cadish, G. 1995.
Can biological nitrogen fixation sustain agriculture in the tropics?. In:
Syers, J.K and Rimmer, D.L. (Ed.). Soil science and sustainable land management
in the tropics.
Hairiah, K. and van Nordwijk,M. 1986. Root studies on a
tropical ultisol in relation to nitrogen management. Institut voor
Bodemvruchtbaarheid, Haren, The Netherlands
Hairiah, K., Utami, S.R., Suprayogo, D., Widianto,
Sitompul, S.M., Sunaryo, Lusiana, B., Mulia, R., van Nordwijk, M., dan Cadisch,
G. 2000a. Agroforestri pada tanah masam di daerah
tropika basah: pengelolaan interaksi antara pohon-tanaman semusim.
International Centre for Research in Agroforestry (ICRAF). Bogor.
Hairiah, K., Widianto, Utami, S.R., Suprayogo, D.,
Sunaryo,, Sitompul, S.M., Lusiana, B., Mulia, R., van Nordwijk, M., dan
Cadisch, G. 2000b. Pengelolaan tanah masam secara
biologi. International Centre for Research in Agroforestry (ICRAF).
Bogor.
Hairiah, K., Widianto, Utami, S.R., dan Lusiana, B.
2002. WaNuLCas model simulasi untuk sistem agroforestri. International
Centre for Research in Agroforestry (ICRAF). Bogor.
Kulhavy, J. and Cervena,M. 1991. Effect of alumunium in
the roots of Picea abies seedling. In: McMichael, B.L. and
Persson, H. (Ed.). Plant roots and their environment. Elsevier. Amsterdam.
Lundgren, B. and Raintree, J.B. 1983.
Sustained Agroforestry. In: Nestel, B (Ed.), Agricultural Research for
Development: Potentials and Challenge in Asia. ISNAR. The Hague.
Mukerji, K.G., Jagpal, R., Bali, M., and Rani, R. 1991.
The importance of micorrhiza for roots. In: McMichael, B.L. and Persson, H.
(Ed.). Plant roots and their environment. Elsevier. Amsterdam.
Nair, P.K.R. 1984. Classification of agroforestry
system. Agroforestry systems 3:97-128
Norman, M.J.T., Pearson, C.J., and Searl,
P.G.E. 1995. The ecology of tropical food crop. Cambridge
University Press. New York.
Rode, M.W. and Runge, M. 1991. Combined
effects of alumunium and nitrogen forms on root growth of ten ecologically
distinct plant spesies. In: McMichael, B.L. and Persson, H. (Ed.). Plant roots
and their environment. Elsevier. Amsterdam
Sanchez, P.A. 1995. Science in agroforestry. Agroforestry
Sistems 30:5-55.
Sanchez, P.A., Buresh, R.J., and Leakey, R.R.B. 1997.
Trees, soils, and food security. Philosophical transactions of the Royal
Society, series A, 355. London.
Smith, S.E. and Read, D.J. 1997. Mycorrhizal symbiosis.
Academic Press. San Diego
Sopandie, D., Chozin, M.A., Sastrosumarjo, S., Juhaety.
T., dan Sahardi. 2003a. Toleransi padi gogo terhadap
naungan. Hayati vol. 10 no. 2:71-75
Sopandie, D., Chozin, M.A., Tjitrosemito, S., dan
Sahardi., 2003b. Keefektifan uji cepat ruang gelap untuk
seleksi ketenggangan terhadap naungan pada padi gogo. Hayati vol. 10
no. 3:91-75
Szoot, LT, Fernandes, ECM, and Sanchez, PA. 1991.
Soil-Plant Interaction in Agroforestry Sistems. In: Jarvis, PG (Ed).
Agroforestry: Principle and Practice. Proceedings of an
International Conference 23-28 July 1989 at the University of Edinburgh,
Edinburgh. Elsevier. Amsterdam.
van der Heide, J., Setijono, S., Syekhfani, M.S., Flach,
E.N., Hairiah, K., Ismunandar, S., Sitompul, S.M., and Van Nordwijk, M.
1992. Can low eksternal input cropping sistem in acid upland soil in the humid
tropics be sustainable? Backgrounds of the Unibraw/IB nitrogen management
project in Bunga Mayang. Agrivita 15:1-10
Vegara, N.T. 1982. New Directions in agroforestry:
The potential of tropical legume trees. East-West Centre and United
Nations University. Honolulu.
thanks for your comments